Translate

Sabtu, 05 Januari 2013

Bahan Ajar Pendukung BIPA



Unit I
MENGENAL WILAYAH SUMATERA UTARA

PROVINSI Sumatera Utara terletak pada posisi 1-4° Lintang Utara dan 98-100° Bujur Timur. Provinsi ini terdiri dari dataran rendah, dataran tinggi, pegunungan dan ditandai oleh Bukit Barisan yang berderet dari Utara ke Selatan.
Dataran sebelah Timur dan Barat Bukit Barisan merupakan dataran rendah yang menjadi lahan pertanian yang subur. Dataran Bukit Barisan itu masih memiliki gunung api yang aktif, seperti Gunung Sibayak, Gunung Sinabung, dan Dolok Martimbang.
            Keadaan alam yang bervariasi membuat provinsi ini menjadi lahan subur perindustrian. Perusahaan-perusahaan nasional dan asing telah menjadikan Sumatera Utara sebagai pusat industri perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, dan teh.
Di samping itu, hadir pula perusahaan pertambangan migas dan emas yang telah memulai operasi sejak zaman Belanda. Industri perkebunan dan pertambangan itu ditopang pula industri pariwisata dengan mengandalkan Danau Toba dan Nias sebagai daya tarik wisatawan mancanegara.
            Secara administratif, Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan lima daerah berbeda negara yang memiliki potensi tersendiri. Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka yang memisahkan Sumatera Utara dengan Kerajaan Malaysia sebagai pusat kebudayaan Melayu dan Kerajaan Thailand sebagai pusat kebudayaan negeri yang tidak pernah terkena kultur penjajahan.
Di sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia yang menyimpan biota laut. Di sebelah Barat berbatasan dengan Nanggroe Aceh Darussalam sebagai satu-satunya provinsi yang menerapkan hukum Islam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat yang menjadi pusat kebudayaan Melayu dan Minangkabau.
            Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh seorang gubernur dan wakil gubernur yang berkedudukan di Medan. Luas wilayah ini 72.427,81 km² dan dibagi atas 19 kabupaten dan 7 kota dengan jumlah penduduk 12.333.947 jiwa.
            Di provinsi ini, setiap etnik memiliki wilayah persebaran yang luas dan tidak berpatokan pada batas satu kabupaten/kota. Etnik Melayu menghuni kabupaten/kota sepanjang pantai timur Sumatera Utara, yakni Langkat, Binjai, Medan, Deliserdang, Serdangbedagai, Tebingtinggi, Asahan, Tanjungbalai, dan Labuhan Batu.
Sedangkan etnik Batak berada di dataran pegunungan Bukit Barisan, yakni Samosir, Tobasamosir, Humbanghasundutan, dan Tapanuli Utara. Etnik lain adalah Pakpak (Pakpak Barat dan Dairi), Karo (Karo), Simalungun (Simalungun dan Pematangsiantar), Mandailing, Angkola, Sipirok, Ulu, Hobu, dan Siladang (Mandaling Natal dan Tapanuli Selatan), Pesisir  (Tapanuli Tengah dan Sibolga), serta etnik Nias (Nias dan Nias Selatan).
           Melihat persebaran penduduk dari data 2004, maka penduduk Provinsi Sumatera Utara lebih banyak berada di kabupaten/kota sepanjang pantai Timur provinsi ini. Hal ini disebabkan pemusatan industri berada di kota-kota wilayah pantai Timur, sehingga memerlukan tenaga kerja dari kabupaten/kota yang lain.
Faktor penyebab lain adalah perpindahan penduduk karena melanjutkan pendidikan tinggi di kota-kota wilayah pantai Timur. Dengan demikian, penduduk wilayah pegunungan hanya bertahan untuk mengolah lahan pertaniannya, sedangkan penduduk wilayah pantai dan para pendatang di wilayah ini lebih memusatkan perhatian pada industri barang dan jasa.




Unit II
PELABUHAN BELAWAN TUMPUAN EKSPOR


Pelabuhan Belawan adalah pelabuhan yang terletak di kota Medan, Sumatra Utara, Indonesia dan merupakan pelabuhan terpenting di pulau Sumatra.
Pelabuhan Belawan adalah sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama yang bernaung di bawah PT. Pelabuhan Indonesia I. Koordinat geografisnya adalah 03°47′ LU 98°42′ BT (03º 47’ 00” LU dan 98” 42” BT).
Pelabuhan Belawan sebagai Pelabuhan Utama di lingkungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I merupakan pintu gerbang perekonomian di Pulau Sumatera Bagian Utara dan merupakan pelabuhan eksport komoditi agroindustri terbesar di Indonesia, seperti : kelapa sawit, karet, coklat, kopi, tembakau dan lain-lain.
Pelabuhan Belawan terletak 26 Km dari kota Medan yang adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara dimana Pelabuhan Belawan memiliki daerah hinterland tidak hanya di wilayah Sumatera Utara tetapi juga daerah lain di sekitar Riau dan Nanggroe Aceh Darussalam
Pelabuhan Belawan mempunyai peran penting bagi pertumbuhan perekonomian secara nasional. Ini terkait posisi Sumatera Utara sebagai gudang komoditas ekspor yang cukup handal. Semua ini tentu didukung oleh kesiapan pelabuhan yang tetap memadai dalam 24 jam.
Pelabuhan Belawan yang dikelola PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan telah disiapkan dengan berbagai fasilitas yang sangat mendukung aktivitas di pelabuhan terkemuka di luar pulau Jawa. Pipa terpadu untuk aktivitas curah cair, Terminal curah kering untuk aktivitas curah kering dan fasilitas untuk aktivitas cargo lainnya juga siap mendukung aktivitas pengguna jasa.
Sebagai pintu gerbang perekonomian Sumatera Utara, pelabuhan Belawan masih tetap menjadi tumpuan ekspor daerah Sumatra Utara termasuk daerah lainnya seperti Aceh. Meski jumlah ekspornya bervariasi, namun setiap tahunnya ekspor berbagai komoditas melalui pelabuhan Belawan tetap dalam jumlah besar.


Unit III
HOTEL DARMA DELI CIRI KHAS KOTA MEDAN


HOTEL ini dahulunya bernama Hotel De Boer. Nama hotel ini diambil dari nama pemiliknya yaitu Herman De Boer, seorang pengusaha Belanda yang juga mempunyai sebuah restoran tergolong mewah pada masa itu; restoran Grim yang berada di Surabaya, Jawa Timur.
Pada tahun 1909 Herman De Boer meningkatkan usahanya dengan mendirikan Perseroan Terbatas ( P.T ) dengan modal 200 ribu Gulden untuk membangun hotel ini. Kala itu, memiliki 40 kamar dan diterangi 400 buah lampu.
Pada waktu itu hotel ini tempat menginapnya tamu-tamu penting yang datang ke Medan, seperti para pemilik perkebunan tembakau yang berada di sekitar kota Medan, tamu-tamu pemilik perkebunan, dan pejabat-pejabat penting lainnya.
Tamu paling penting yang pernah menginap di Hotel de Boer adalah spion Matahari yang bernama asli Margaretha Geertruida Zelle. Dia adalah seorang mata-mata terkenal pada masanya. Wajah dan tubuhnya dapat kita lihat di museum lilin Madame Tussaud yang berada di Amsterdam, Belanda.
Tamu penting lainnya yang pernah menginap di hotel ini adalah Raja Leopold. Dia adalah raja Belgia yang pernah berkunjung ke kota Medan. Medan pada saat itu memang dikenal sebagai salah satu kota terkaya di dunia, dengan perkebunan tembakaunya yang terkenal sampai ke Eropa.               
Hotel ini terletak di Jalan Balai Kota, persis di depan Kantor Pos Besar Medan. Hotel De Boer pada zaman kemerdekaan diambil alih pemerintah Republik Indonesia, dan berganti nama menjadi Hotel Darma Deli. Kini hotel tersebut sudah banyak mengalami perubahan. Terutama pada halaman depan hotel. Hal ini terjadi karena jalan yang berada di depan hotel diperlebar dan sebagian halaman depan hotel terpakai untuk pelebaran jalan tersebut.
Hotel Darma Deli adalah penerus Hotel de Boer. Beberapa aksesori Hotel de Boer dipajang di bagian dalam Hotel Darma Deli yang masih dapat kita lihat sampai saat ini. Hotel ini sangat mewah, berlantai sembilan dengan standar fasilitas hotel berbintang. Sampai saat ini hotel ini menjadi salah satu hotel yang banyak dikunjungi orang.
Hotel Darma Deli Medan memiliki 180 kamar Tiap kamar dilengkapi pendingin ruangan, air panas dan air dingin, video, musik, telepon, dan program TV internasional..

Tarif Sewa Kamar Hotel Berlaku sampai  31 Oktober 2007
Ruangan
Harga Penawaran
Single / Double

Superior Room
Deluxe Room
Extra Bed
US$ 40.00 / US$ 40.00
US$ 50.00 / US$ 50.00
US$ 22.000






Unit IV
KAPUR BARUS PRODUK KHAS SUMATERA UTARA

TAHUKAH Anda kapur barus yang terkenal di dunia berasal dari Sumatera Utara? Pada tahun 200 SM – 150 M orang-orang Mesir mengunjungi Barus, Sumatera Utara, hanya untuk membeli kapur barus. Bahkan, kapal-kapal Athena singgah di kota Barus pada abad-abad terakhir sebelum tibanya tarikh Masehi.
            Rombongan kapal Fir’aun dari Mesir pernah berkali-kali berlabuh di Barus untuk membeli kapur barus. Kapur barus ini sangat diperlukan untuk pembuatan mummi.
            Pada tahun 502 – 557 Masehi, orang-orang Cina datang ke Barus. Orang Cina mengenal Barus dengan istilah P’o-lu-shih yang berarti pelabuhan pengekspor kapur;. P’o-lu-shih berasal dari kata Cina yang berarti harum (p’o-lu).
            Pada Dinasti Liang (505-557), kapur dikenal dengan nama ’obat salap dari P’o-lu atau Barus” atau P’o-lu-shih. Pada abad ke-7, utusan dagang kerajaan Barus Hatorusan berangkat dari Barus menuju Cina membicarakan perdagangan bilateral antara Sumatera dan Cina.
            Kemasyhuran Barus juga mengundang imigran asing bermukim dan berdagang serta menjadi buruh di beberapa pusat industri. Banyak orang Tamil tinggal di kota ini sebagai saudagar dan pengrajin.
            Kapur bahasa Latinnya adalah camphora, produk dari sebuah pohon yang bernama Latin dryobalanops aomatica gaertn. Orang Batak di Sumatera Utara yang menjadi produsen kapur menyebutnya hapur atau todung atau haboruan.
             Beberapa istilah asing mengenai kapur barus adalah al-Kafur al-Faansuri dengan istilah Latin Canfora di Fanfur atau Hapur Barus dalam bahasa Batak, dikenal sebagai produk terbaik di dunia.
           


Unit V
ISTANA MAIMUN WARISAN KERAJAAN DELI

 ISTANA Maimun adalah satu di antara banyaknya warisan budaya Indonesia. Istana ini berlokasi di Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, sekitar 3 km dari Bandara Polonia dan 28 km dari pelabuhan Belawan.
Bangunan ini berdiri di atas sebidang tanah berukuran 217 x 200 m, dikelilingi pagar besi setinggi 1 m dan menghadap ke Timur. Di sebelah Barat-nya, mengalir Sungai Deli, di sebelah Selatan terdapat bangunan pertokoan dan pemukiman. Di sebelah Utara dibatasi Jalan Tanjung Meriam dan di depannya adalah Jalan Brigjen Katamso.
Istana Maimun begitu lekat dengan sejarah masyarakat Melayu. Bangunan tersohor ini merupakan simbol kebanggaan masyarakat di lingkungan kesultanan Deli pada masa itu. Istana ini menyimpan riwayat sejarah perjalanan Indonesia. Juga, menyimpan nilai sejarah dan sosial budaya masyarakat Melayu sebagai masyarakat beradat.
Batu pertama pondasi bangunan Istana Maimun diletakkan oleh Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada 26 Agustus 1888. Monumen peletakan batu pertama itu kini masih dapat disaksikan pada batu marmar yang dilekatkan di bagian kiri pintu masuk menuju balairung Istana. Usai dibangun, Istana mulai ditempati keluarga kesultanan pada 18 Mei 1891.
Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam adalah cucu Sultan Deli yang pertama, Sultan Osman Perkasa Alamsyah. Beliau memerintah kesultanan Deli berdasarkan Surat Kuasa dari Sultan Aceh, yaitu Sultan Mansyursyah Johan turunan Sultan Iskandar Muda.
Sultan Osman memerintah di masa yang singkat, yakni dari tahun 1854 sampai 1857. Kemudian sampai tahun 1872 dilanjutkan Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah, ayah dari Sultan Ma’mun Al Rasyid.
Setelah berdirinya negara Republik Indonesia, kesultanan Deli dilebur ke dalam kekuasaan wilayah Republik Indonesia. Kekuasaan Sultan Deli merupakan Kepala Adat saja, bukan lagi berbentuk kesultanan atau kerajaan yang memiliki kekuatan hukum tersendiri sebagai negara. Demikianlah, Sultan Deli demi Sultan Deli ditabalkan secara adat oleh suku Melayu Deli.
Luas areal Istana Maimun 217 m x 200 m. Bangunan Istana yang luasnya 2.772 m2 ini bertingkat dua dan terdiri dari tiga bagian, yakni bagian induk, bagian sisi kiri dan sisi kanan. Panjang bangunan dari depan 75,50 meter dengan tinggi 14,40 meter.
Bangunan Istana ini juga ditopang oleh 82 buah tiang batu dan 43 buah tiang kayu. Atap Istana yang bergaya arsitektur campuran Persia, India, dan Eropa ini terbuat dari seng bercat hitam dilengkapi 3 puncak dan 3 kubah.
Ada sebuah koridor bertangga, merupakan jalan utama menuju ke lantai dua, yaitu bagian induk bangunan yang memiliki teras di kiri dan kanannya. Kemudian melalui sebuah gerbang, akan ditemukan sebuah kamar tamu. Di sinilah Sultan menjamu tamu-tamu resmi. Sebagian dinding dan plafonnya berhias. Di sisi kanan dari kamar tamu terdapat sebuah kamar penjawat, dan sebelah kirinya kamar dayang.
Di tengah-tengah bagian induk bangunan terdapat balairung yang luasnya 412 meter persegi. Ruangan ini dipakai untuk upacara penobatan atau untuk upacara adat lainnya. Begitu pula singgasana Sultan terletak di sisi kanan ruangan ini. Jika malam menjelang, balairung akan diguyur oleh sinar yang memancar dari lampu-lampu kristal.
Di dinding tergantung figura cermin, juga jejeran foto-foto Sultan Deli yang terdahulu, seperti Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah, Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, Sultan Amaludin Sani Perkasa Alamsyah, serta Sultan Osman Alsani Perkasa Alam.
Bergerak ke bagian belakang induk bangunan, tersedia sebuah ruangan seluas 94 m2 yang digunakan untuk upacara perkawinan keluarga Sultan dan jamuan makan. Di bagian bawah ada ruang penjara untuk para hukuman Istana, ada juga gudang, serta dapur.
Pada bagian kiri halaman depan Istana Maimun terdapat sebuah rumah kecil. Rumah kecil ini menyimpan meriam puntung. Jika membicarakan benda ini yang satu ini, tidak bisa lepas dari sejarah Puteri Hijau.


Unit VI
ASAL MULA SUKU BATAK DI SUMATERA UTARA

BANGSA Batak berasal dari Ras Proto Malayan.  Orang Batak hadir di Indonesia dalam tiga gelombang. Yang pertama mendarat di Nias, Mentawai, Siberut hingga Pulau Enggano.
Gelombang kedua terdampar di muara Sungai Simpang. Kemudian memasuki pedalaman Pulau Andalas menyusuri sungai Simpang Kiri dan mendirikan tempat di Kotacane. Komunitas ini berkembang dan membuat identitas sendiri (Batak Gayo). Yang menyusuri Sungai Simpang Kanan membentuk Komunitas Batak Alas dan Pakpak.
Mainstream Suku bangsa Batak di Sumatera Utara mendarat di Muara Sungai Sorkam. Kemudian bergerak ke pedalaman, perbukitan. Melewati Pakkat, Dolok Sanggul, dan dataran tinggi Tele mencapai Pantai Barat Danau Toba. Mendirikan perkampungan pertama di Pusuk Buhit di Sianjur Sagala Limbong Mulana di seberang Pangururan.
Komunitas Batak terbagi dalam dua kubu. Pertama Tatea Bulan, dianggap secara adat sebagai kubu tertua dan kedua; Kubu Isumbaon, di dalam adat dianggap bungsu. Penguasa pertama, Dinasti Sori Mangaraja berkuasa dan menciptakan tatanan bangsa yang maju selama 90 generasi di Sianjur Sagala Limbong Mulana.
Dinasti tersebut bersama menteri-menterinya sebagian besar adalah Datu dan  Magician, mengatur pemerintahan berbentuk Teokrasi. Dinasti ini terdiri dari orang-orang bermarga Sagala cabang Tatea Bulan.
Tahun 100 SM Kerajaan Batahan Pulo Morsa eksis. Kerajaan ini memakai sistem raja na opat atau raja berempat yang terdiri; Pulo Morsa Julu, dengan Raja Suma Hang Deha, Pulo Morsa Tonga, Raja Batahan Jonggi Nabolon, Pulo Morsa Jau dengan Raja Situan I Rugi-rugi dan Pulo Morsa Jae dengan Raja Umung Bane. Kerajaan ini bertahan selama 24 keturunan.
Pada tahun 450 M daerah Toba diolah dan dikelola secara luas oleh rakyat kerajaan tersebut. Mereka yang dominan terutama dari kubu Isumbaon, kelompok marga Si Bagot Ni Pohan. Di daerah ini bermukim juga kaum Tatea Bulan yang membentuk kelompok minoritas terutama dari marga Lubis.
Sebagian dari Lubis terdesak ke luar Toba dan merantau ke Selatan. Sebagian lagi menetap di Toba dan Uluan hingga kini. Di daerah Selatan, kelompok marga Lubis harus bertarung melawan orang-orang Minang. Kalah. Perantauan berhenti dan mendirikan tanah Pekantan Dolok di Mandailing yang dikelilingi benteng pertahanan.
Lalu, pada 850 M kelompok marga Harahap dari Kubu Tatea Bulan, bekas populasi Habinsaran bermigrasi massal ke arah Timur. Menetap di aliran sungai Kualu dan Barumun di Padang Lawas. Kelompok ini sangat hobi berkuda sebagai kendaraan bermigrasi. Dalam waktu singkat, menguasai hampir seluruh daerah Padang Lawas antara sungai Asahan dan Rokan.
Pada 900 Mm marga Nasution terbentuk di Mandailing. Perbauran penduduk dengan pendatang sudah menjadi tradisi di beberapa tempat, khususnya di tepi pantai. Para pendatang tersebut sukarela interaksi dan menerima adat Dalihan Natolu agar dapat mempersunting wanita-wanita setempat. Datu Nasangti Sibagot Ni Pohan dari Toba, seorang yang disegani saat itu, menyatukan mereka; campuran penduduk peribumi dan pendatang tersebut, membentuk marga Nasution.
Namun, perebutan kekuasaan di Pusat Pemerintahan Kerajaan Batak tak terelakkan. Martua Raja Doli dari Sianjur Sagala Limbong Mulana dengan pasukannya merebut wilayah Lottung di Samosir Timur. Percampuran keduanya membentuk kelompok Marga Lottung Si Sia Marina, yang terdiri atas; Situmorang, Sinaga, Nainggolan, Pandiangan, Simatupang, Aritonang dan Siregar. *


Unit VII
LAPANGAN MERDEKA WISATA SEJARAH KOTA MEDAN

KOTA Medan dengan penduduk dua juta lebih terus berkembang. Banyak lokasi wisata yang dapat dikunjungi para wisatawan. Terutama, wisata sejarah. Berwisata masa lalu di Medan dapat dimulai dari Lapangan Merdeka.
            Di sebelah Selatan, persis di ujung Jalan Ahmad Yani, terdapat dua gedung tua yang masih kokoh. Yakni, Gedung Jakarta Lloyd. Dahulunya adalah kantor perusahaan pelayaran The Netherlands Shipping Company dan sempat menjadi Kantor Rotterdam’s Lloyd.
            Di seberangnya, adalah Gedung PT London-Sumatera Indonesia atau Gedung Juliana. Dahulunya gedung ini milik Harrison & Crosfield, sebuah perusahaan perkebunan Inggris. Lift di dalamnya buatan tahun 1910, dengan dekorasi dari besi yang indah bergaya Art Deco.
            Di depan Gedung PT Lonsum, ada Gedung Bank Mandiri dan Kantor Pengelola Perparkiran Kota Medan. Kedua gedung ini, dahulunya merupakan gedung milik The Netherlands Trading Company atau Netherlandsche Handel Maatschappij sampai tahun 1929.
            Di sebelah Barat Lapangan Merdeka, terdapat eks gedung Balai Kota Medan (lihat gambar). Gedung ini menyimpan beberapa sejarah pembauran kota Medan. Dibangun sejak tahun 1906 dan pada 1913 menerima sumbangan jam untuk menaranya dari Tjong A Fie, Mayor Cina Medan yang sangat kaya dan dermawan pada masanya.
            Di sebelah kiri Gedung Balai Kota lama, terletak Gedung Bank Indonesia yang dahulunya adalah gedung Javasche Bank. Dibangun tahun 1910 oleh Firma Arsitek Hulswit and Fermont dari Weltevreden dan Ed Cuypers dari Amsterdam. Gedung ini mengambil gaya klasik dengan ornamen gaya Jawa.
            Di sebelah kiri gedung ini, terdapat pula Hotel Darma Deli. Hotel ini adalah penerus Hotel de Boer. Beberapa aksesori Hotel de Boer dipajang pada bagian dalam Hotel Darma Deli. Pada tahun 1920, Hotel de Boer ini memiliki 120 kamar. Dalam sejarah, tercatat tamu paling penting yang pernah menginap di hotel ini adalah spion Matahari bernama Margaretha Geertrida Zelle serta Raja Leopold dari Belgia.
            Di seberang hotel ini, tepatnya di Utara Lapangan Merdeka, terdapat Gedung Kantor Pos Besar Medan. Didirikan tahun 1909-1911 oleh arsitek Snuyf yang merupakan Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia. Gedung Kantor Pos Besar  inilah sering juga disebut sebagai Nol Kilometer-nya Kota Medan.
            Di sisi kiri Gedung Kantor Pos ini, berdirilah Gedung BCA yang dahulunya merupakan Gedung Witte Societeit pada tahun 1886.  Lalu, di Timur Lapangan Merdeka, terdapat pula Stasiun Besar Kereta Api beserta Titi Gantung-nya, yang juga sangat bersejarah.
            Apabila wisatawan ingin istirahat sejenak setelah melihat deretan gedung tua dan bersejarah tadi, pohon-pohon raksasa di sekeliling Lapangan Merdeka dapat dijadikan tempat berteduh. Dari diameter batangnya, pohon-pohon ini tampak jelas berumur ratusan tahun.
            Lapangan Merdeka yang berada di jantung kota Medan ini  masih berfungsi sebagai alun-alun kota Medan. Berwisata di sekeliling Lapangan Merdeka Medan membawa wisatawan ke masa lalu. Wisatawan dijamin merasakan suasana Medan abad lampau. Sepotong Lapangan Merdeka, sepotong Medan, dan sepotong sejarah Indonesia yang indah.


Unit VIII

MASAKAN KHAS KARO CIPERA



CIPERA adalah masakan khas Karo. Makanan ini terbuat dari jagung muda yang masih berumur sekitar dua bulan. Cipera ini biasanya adalah masakan wajib yang harus selalu hadir dalam tiap ada perjamuan pernikahan di kalangan suku Karo.
Masakan ini biasanya dimasak bersama dengan daging ayam. Daging ayam itu pasti akan terasa sangat lembut dan mudah sekali hancur apabila telah digabungkan dengan cipera ini.
Cipera merupakan masakan khas yang sudah turun-temurun menjadi warisan dari orang Karo bagi anak-anaknya hingga generasi-generasi selanjutnya. Cipera ini melambangkan kesatuan orang-orang Karo, sebab apa saja yang dimasak bersama cipera ini pasti akan menjadi satu dalam bubur jagung itu. Cipera yang terbuat dari jagung muda ini juga menunjukkan betapa lembutnya jiwa orang Karo dan betapa besar kebersamaan mereka.
Gampang sekali membuat makanan ini. Bahan-bahannya, yakni:
·         Jagung muda yang sudah digiling halus
·         Daging ayam, dengan perbandingan 1 bagian cipera = 4 bagian daging ayam
·         Bawang merah
·         Bawang putih
·         Bawang pre
·         Bawang batak
·         Cabai rawit
·         Merica
·         Garam
·         Kunyit

Cara memasaknya :
·         Cuci daging hingga bersih kemudian masukkan ke dalam wadah bersih untuk memasak.
·         Giling semua bumbu, kecuali bawang pre dan bawang batak  hingga halus kemudian masukkan ke dalam daging yang ada dalam wadah.
·         Tambahkan air ke dalam wadah hingga seluruh daging terbenam.
·         Masak daging bersama dengan bumbu hingga air menjadi suam-suam kuku hingga mampu untuk melarutkan cipera agar tidak bergumpal.
·         Setelah air hangat, masukkan cipera ke dalam masakan dan aduk hingga cipera larut dengan merata dalam air dan pastikan tidak ada bagian cipera yang bergumpal dalam masakan.
·         Selama proses pemasakan, aduk masakan sesekali agar cipera tidak gosong.
·         Cicipi rasa cipera dan tambahkan garam sesuai selera.
·         Di beberapa daerah di Tanah Karo, terkadang orang-orang menambahkan gula merah pada cipera. Apabila Anda ingin menambahkannya, tambahkan sesuai selera.
·         Cipera sudah boleh diangkat ketika sudah mengeluarkan bau sedap yang beraroma jagung dan daging di dalam cipera sudah lunak.
·         Sebagai bagian akhir sebelum cipera diangkat, masukkan bawang pre dan bawang batak yang sudah dipotong kecil-kecil.


Unit IX
KANTOR POS BESAR MEDAN
 GEDUNG Kantor Pos Besar Medan terletak di tengah Kota Medan. Di tempat inilah dikenal sebagai Nol Kilometer-nya kota Medan. Lokasinya tidak jauh dari Lapangan Merdeka, yang mempunyai kepadatan bangunan bersejarah sangat tinggi.
Ada sekitar sebelas bangunan tua yang masih cukup utuh di dekat Lapangan Merdeka. Yaitu, Balai Kota Lama, Hotel Darma Deli, Stasiun Kereta Api, Rumah Tjong A Fie, Gedung Bank Indonesia, dan Kantor Pos Besar Medan.
Gedung Kantor Pos Besar Medan terletak di Jalan Balai Kota, dibangun pada tahun 1909 dan selesai 1911 oleh arsitek Snuyf yang merupakan Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia. Gedung ini adalah karya besar pertama Snuyf.
Sampai sekarang, gedung ini sangat indah dengan satu bangunan induk berbentuk kubah. Atapnya dari genteng berbentuk limas.dalam ruangan utama. Di bangunan induk  inilah segala kegiatan yang berhubungan dengan pos dijalankan.
Pada sisi kiri dan kanannya, terdapat ruangan berupa lorong-lorong untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pos.
Walau gedung ini terlihat sangat indah, arsitek Corpaschier, teman Snuyf, pernah mengomentari gedung ini sebagai “sedang mencari bentuk arsitektur..” Sampai sekarang gedung ini masih berdiri kokoh, hampir tidak mengalami perubahan bentuk dan fungsi.
Di gedung inilah semua surat yang dikirim dari seluruh kota di dunia untuk daerah Sumatera Utara dikumpulkan. Selanjutnya, diteruskan ke kantor-kantor cabang pembantu yang ada di ibu kota kecamatan di Sumatera Utara. Sebaliknya, semua surat yang berasal dari seluruh kota di Sumatera Utara dikumpulkan dan seterusnya dikirim ke kota-kota tujuan.


Unit X
LEGENDA PUTRI HIJAU

ZAMAN dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli seorang Putri sangat cantik. Ia berasal dari kampung Deli Tua, kira-kira 10 Km dari Kampung Medan. Karena kecantikannya, ia diberi nama Putri Hijau. Kecantikan Putri ini tersohor ke mana-mana mulai dari Aceh sampai ke ujung Utara Pulau Jawa.
          Sultan Aceh jatuh cinta pada Putri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah. Penolakan itu dianggapnya sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka, pecahlah perang antara Kesultanan Aceh dengan Kesultanan Deli.
          Menurut legenda, dengan menggunakan kekuatan gaib seorang dari saudara Putri hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya.
          Kesultanan Deli mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa Putra Mahkota yang menjelma menjadi meriam itu meledak sebagian. Bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya ke dataran tinggi Karo kira-kira 5 Km dari Kabanjahe.
          Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur.
          Permohonan tuan Putri dikabulkan. Tetapi baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembuslah angin ribut mahadahsyat disusul gelombang-gelombang yang sangat tinggi.
          Dari dalam laut, muncullah abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga itu. Dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
          Legenda ini sampai sekarang masih terkenal di kalangan masyarakat Deli dan malah juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia.
          Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan Benteng dan Puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedang sisa meriam penjelmaan abang Putri Hijau itu dapat dilihat di halaman Istana Maimun Medan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar