Unit I
MENGENAL WILAYAH SUMATERA UTARA
PROVINSI Sumatera Utara terletak pada posisi 1-4° Lintang Utara dan 98-100°
Bujur Timur. Provinsi ini terdiri dari dataran rendah, dataran tinggi,
pegunungan dan ditandai oleh Bukit Barisan yang berderet dari Utara ke Selatan.
Dataran sebelah Timur dan Barat Bukit Barisan
merupakan dataran rendah yang menjadi lahan pertanian yang subur. Dataran Bukit
Barisan itu masih memiliki gunung api yang aktif, seperti Gunung Sibayak,
Gunung Sinabung, dan Dolok Martimbang.
Keadaan alam yang
bervariasi membuat provinsi ini menjadi lahan subur perindustrian.
Perusahaan-perusahaan nasional dan asing telah menjadikan Sumatera Utara
sebagai pusat industri perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, dan teh.
Di samping itu, hadir pula perusahaan pertambangan
migas dan emas yang telah memulai operasi sejak zaman Belanda. Industri
perkebunan dan pertambangan itu ditopang pula industri pariwisata dengan
mengandalkan Danau Toba dan Nias sebagai daya tarik wisatawan mancanegara.
Secara administratif,
Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan lima daerah berbeda negara yang
memiliki potensi tersendiri. Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
yang memisahkan Sumatera Utara dengan Kerajaan Malaysia sebagai pusat
kebudayaan Melayu dan Kerajaan Thailand sebagai pusat kebudayaan negeri yang
tidak pernah terkena kultur penjajahan.
Di sebelah Selatan berbatasan langsung dengan
Samudera Indonesia yang menyimpan biota laut. Di sebelah Barat berbatasan
dengan Nanggroe Aceh Darussalam sebagai satu-satunya provinsi yang menerapkan
hukum Islam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sebelah Timur
berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat yang menjadi pusat
kebudayaan Melayu dan Minangkabau.
Provinsi Sumatera Utara
dipimpin oleh seorang gubernur dan wakil gubernur yang berkedudukan di Medan.
Luas wilayah ini 72.427,81 km² dan dibagi atas 19 kabupaten dan 7 kota dengan
jumlah penduduk 12.333.947 jiwa.
Di provinsi ini, setiap etnik memiliki wilayah
persebaran yang luas dan tidak berpatokan pada batas satu kabupaten/kota. Etnik
Melayu menghuni kabupaten/kota sepanjang pantai timur Sumatera Utara, yakni
Langkat, Binjai, Medan, Deliserdang, Serdangbedagai, Tebingtinggi, Asahan,
Tanjungbalai, dan Labuhan Batu.
Sedangkan etnik Batak berada di dataran pegunungan
Bukit Barisan, yakni Samosir, Tobasamosir, Humbanghasundutan, dan Tapanuli
Utara. Etnik lain adalah Pakpak (Pakpak Barat dan Dairi), Karo (Karo),
Simalungun (Simalungun dan Pematangsiantar), Mandailing, Angkola, Sipirok, Ulu,
Hobu, dan Siladang (Mandaling Natal dan Tapanuli Selatan), Pesisir (Tapanuli Tengah dan Sibolga), serta etnik
Nias (Nias dan Nias Selatan).
Melihat persebaran
penduduk dari data 2004, maka penduduk Provinsi Sumatera Utara lebih banyak
berada di kabupaten/kota sepanjang pantai Timur provinsi ini. Hal ini
disebabkan pemusatan industri berada di kota-kota wilayah pantai Timur,
sehingga memerlukan tenaga kerja dari kabupaten/kota yang lain.
Faktor penyebab lain adalah perpindahan penduduk
karena melanjutkan pendidikan tinggi di kota-kota wilayah pantai Timur. Dengan
demikian, penduduk wilayah pegunungan hanya bertahan untuk mengolah lahan
pertaniannya, sedangkan penduduk wilayah pantai dan para pendatang di wilayah
ini lebih memusatkan perhatian pada industri barang dan jasa.
Unit II
PELABUHAN BELAWAN TUMPUAN EKSPOR
|
|
Pelabuhan Belawan adalah pelabuhan yang terletak di kota Medan, Sumatra Utara,
Indonesia
dan merupakan pelabuhan terpenting di
pulau Sumatra.
Pelabuhan Belawan adalah sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama yang
bernaung di bawah PT. Pelabuhan Indonesia I.
Koordinat geografisnya adalah 03°47′ LU
98°42′ BT (03º 47’ 00” LU dan 98” 42” BT).
Pelabuhan Belawan sebagai Pelabuhan Utama
di lingkungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I merupakan pintu
gerbang perekonomian di Pulau Sumatera Bagian Utara dan merupakan pelabuhan
eksport komoditi agroindustri terbesar di Indonesia, seperti : kelapa
sawit, karet, coklat, kopi, tembakau dan lain-lain.
Pelabuhan Belawan terletak 26 Km dari kota Medan yang adalah ibukota Provinsi Sumatera
Utara dimana Pelabuhan Belawan memiliki daerah hinterland tidak hanya di wilayah Sumatera Utara tetapi juga
daerah lain di sekitar Riau dan Nanggroe Aceh Darussalam
Pelabuhan Belawan mempunyai peran penting bagi
pertumbuhan perekonomian secara nasional. Ini terkait posisi Sumatera Utara
sebagai gudang komoditas ekspor yang cukup handal. Semua ini tentu didukung
oleh kesiapan pelabuhan yang tetap memadai dalam 24 jam.
Pelabuhan Belawan yang dikelola PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia I Cabang Belawan telah disiapkan dengan berbagai fasilitas yang
sangat mendukung aktivitas di pelabuhan terkemuka di luar pulau Jawa. Pipa
terpadu untuk aktivitas curah cair, Terminal curah kering untuk aktivitas
curah kering dan fasilitas untuk aktivitas cargo lainnya juga siap mendukung
aktivitas pengguna jasa.
Sebagai pintu gerbang perekonomian Sumatera Utara,
pelabuhan Belawan masih tetap menjadi tumpuan ekspor daerah Sumatra Utara
termasuk daerah lainnya seperti Aceh. Meski jumlah ekspornya bervariasi,
namun setiap tahunnya ekspor berbagai komoditas melalui pelabuhan Belawan
tetap dalam jumlah besar.
|
|
Unit III
HOTEL DARMA DELI CIRI KHAS KOTA MEDAN
HOTEL ini dahulunya bernama Hotel De Boer. Nama hotel ini diambil dari nama pemiliknya yaitu
Herman De Boer, seorang pengusaha Belanda yang juga mempunyai sebuah restoran
tergolong mewah pada masa itu; restoran Grim yang berada di Surabaya, Jawa
Timur.
Pada tahun 1909 Herman De Boer
meningkatkan usahanya dengan mendirikan Perseroan Terbatas ( P.T ) dengan modal
200 ribu Gulden untuk membangun hotel ini. Kala itu, memiliki 40 kamar dan
diterangi 400 buah lampu.
Pada waktu itu hotel ini tempat
menginapnya tamu-tamu penting yang datang ke Medan, seperti para pemilik
perkebunan tembakau yang berada di sekitar kota Medan, tamu-tamu pemilik
perkebunan, dan pejabat-pejabat penting lainnya.
Tamu paling penting yang pernah menginap
di Hotel de Boer adalah spion Matahari yang bernama asli Margaretha Geertruida
Zelle. Dia adalah seorang mata-mata terkenal pada masanya. Wajah dan tubuhnya
dapat kita lihat di museum lilin Madame Tussaud yang berada di Amsterdam,
Belanda.
Tamu
penting lainnya yang pernah menginap di hotel ini adalah Raja Leopold. Dia
adalah raja Belgia yang pernah berkunjung ke kota Medan.
Medan pada saat
itu memang dikenal sebagai salah satu kota
terkaya di dunia, dengan perkebunan tembakaunya yang terkenal sampai ke Eropa.
Hotel ini terletak di Jalan Balai Kota,
persis di depan Kantor Pos Besar Medan. Hotel De Boer pada zaman kemerdekaan diambil
alih pemerintah Republik Indonesia, dan berganti nama menjadi Hotel Darma Deli.
Kini hotel tersebut sudah banyak mengalami perubahan. Terutama pada halaman
depan hotel. Hal ini terjadi karena jalan yang berada di depan hotel diperlebar
dan sebagian halaman depan hotel terpakai untuk pelebaran jalan tersebut.
Hotel Darma Deli adalah penerus Hotel de
Boer. Beberapa aksesori Hotel de Boer dipajang di bagian dalam Hotel Darma Deli
yang masih dapat kita lihat sampai saat ini. Hotel ini sangat mewah, berlantai
sembilan dengan standar fasilitas hotel berbintang. Sampai saat ini hotel ini
menjadi salah satu hotel yang banyak dikunjungi orang.
Hotel Darma Deli Medan memiliki 180 kamar
Tiap kamar dilengkapi pendingin ruangan, air panas dan air dingin, video,
musik, telepon, dan program TV internasional..
Tarif Sewa Kamar
Hotel Berlaku sampai 31 Oktober 2007
|
||
Ruangan
|
Harga Penawaran
Single / Double |
|
Superior Room
Deluxe Room Extra Bed |
US$ 40.00 / US$ 40.00
US$ 50.00 / US$ 50.00 US$ 22.000 |
|
Unit
IV
KAPUR
BARUS PRODUK KHAS SUMATERA UTARA
TAHUKAH Anda kapur barus yang
terkenal di dunia berasal dari Sumatera Utara? Pada tahun 200 SM – 150 M orang-orang Mesir mengunjungi Barus, Sumatera Utara,
hanya untuk membeli kapur barus. Bahkan, kapal-kapal Athena singgah di kota
Barus pada abad-abad terakhir sebelum tibanya tarikh Masehi.
Rombongan kapal Fir’aun
dari Mesir pernah berkali-kali berlabuh di Barus untuk membeli kapur barus.
Kapur barus ini sangat diperlukan untuk pembuatan mummi.
Pada tahun 502 – 557
Masehi, orang-orang Cina datang ke Barus. Orang Cina mengenal Barus dengan
istilah P’o-lu-shih yang berarti pelabuhan pengekspor kapur;. P’o-lu-shih berasal dari kata Cina yang
berarti harum (p’o-lu).
Pada Dinasti Liang
(505-557), kapur dikenal dengan nama ’obat salap dari P’o-lu atau Barus” atau P’o-lu-shih. Pada abad ke-7, utusan
dagang kerajaan Barus Hatorusan berangkat dari Barus menuju Cina membicarakan
perdagangan bilateral antara Sumatera dan Cina.
Kemasyhuran Barus juga
mengundang imigran asing bermukim dan berdagang serta menjadi buruh di beberapa
pusat industri. Banyak orang Tamil tinggal di kota ini sebagai saudagar dan
pengrajin.
Kapur bahasa Latinnya
adalah camphora, produk dari sebuah pohon yang bernama Latin dryobalanops aomatica gaertn. Orang
Batak di Sumatera Utara yang menjadi produsen kapur menyebutnya hapur atau todung atau haboruan.
Beberapa istilah asing mengenai kapur barus
adalah al-Kafur al-Faansuri dengan
istilah Latin Canfora di Fanfur atau Hapur Barus dalam bahasa Batak, dikenal
sebagai produk terbaik di dunia.
Unit V
ISTANA MAIMUN WARISAN KERAJAAN DELI
ISTANA Maimun adalah satu di antara
banyaknya warisan budaya Indonesia. Istana ini berlokasi di Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan,
sekitar 3 km dari Bandara Polonia dan 28 km dari pelabuhan Belawan.
Bangunan ini berdiri di atas sebidang tanah
berukuran 217 x 200 m, dikelilingi pagar besi setinggi 1 m dan menghadap ke
Timur. Di sebelah Barat-nya, mengalir Sungai Deli, di sebelah Selatan terdapat
bangunan pertokoan dan pemukiman. Di sebelah Utara dibatasi Jalan Tanjung
Meriam dan di depannya adalah Jalan Brigjen Katamso.
Istana Maimun begitu lekat dengan sejarah
masyarakat Melayu. Bangunan tersohor ini merupakan simbol kebanggaan masyarakat
di lingkungan kesultanan Deli pada masa itu. Istana ini menyimpan riwayat
sejarah perjalanan Indonesia. Juga, menyimpan nilai sejarah dan sosial budaya
masyarakat Melayu sebagai masyarakat beradat.
Batu pertama pondasi bangunan Istana Maimun
diletakkan oleh Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada 26 Agustus 1888.
Monumen peletakan batu pertama itu kini masih dapat disaksikan pada batu marmar
yang dilekatkan di bagian kiri pintu masuk menuju balairung Istana. Usai
dibangun, Istana mulai ditempati keluarga kesultanan pada 18 Mei 1891.
Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam adalah cucu
Sultan Deli yang pertama, Sultan Osman Perkasa Alamsyah. Beliau memerintah kesultanan Deli berdasarkan
Surat Kuasa dari Sultan Aceh, yaitu Sultan Mansyursyah Johan turunan Sultan
Iskandar Muda.
Sultan Osman memerintah di masa yang singkat,
yakni dari tahun 1854 sampai 1857. Kemudian sampai tahun 1872 dilanjutkan
Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah, ayah dari Sultan Ma’mun Al Rasyid.
Setelah berdirinya negara Republik Indonesia,
kesultanan Deli dilebur ke dalam kekuasaan wilayah Republik Indonesia. Kekuasaan
Sultan Deli merupakan Kepala Adat saja, bukan lagi berbentuk kesultanan atau
kerajaan yang memiliki kekuatan hukum tersendiri sebagai negara. Demikianlah,
Sultan Deli demi Sultan Deli ditabalkan secara adat oleh suku Melayu Deli.
Luas areal Istana Maimun 217 m x 200 m. Bangunan
Istana yang luasnya 2.772 m2 ini bertingkat dua dan terdiri dari tiga bagian,
yakni bagian induk, bagian sisi kiri dan sisi kanan. Panjang bangunan dari depan 75,50 meter dengan
tinggi 14,40 meter.
Bangunan Istana ini juga ditopang oleh 82 buah
tiang batu dan 43 buah tiang kayu. Atap Istana yang bergaya arsitektur campuran
Persia, India, dan Eropa ini terbuat dari seng bercat hitam dilengkapi 3 puncak
dan 3 kubah.
Ada sebuah koridor bertangga, merupakan jalan
utama menuju ke lantai dua, yaitu bagian induk bangunan yang memiliki teras di
kiri dan kanannya. Kemudian melalui sebuah gerbang, akan ditemukan sebuah kamar
tamu. Di sinilah Sultan menjamu tamu-tamu resmi. Sebagian dinding dan plafonnya
berhias. Di sisi kanan dari kamar tamu terdapat sebuah kamar penjawat, dan
sebelah kirinya kamar dayang.
Di tengah-tengah bagian induk bangunan terdapat
balairung yang luasnya 412 meter persegi. Ruangan ini dipakai untuk upacara
penobatan atau untuk upacara adat lainnya. Begitu pula singgasana Sultan terletak di sisi
kanan ruangan ini. Jika malam menjelang, balairung akan diguyur oleh sinar yang
memancar dari lampu-lampu kristal.
Di dinding tergantung figura cermin, juga jejeran
foto-foto Sultan Deli yang terdahulu, seperti Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah,
Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, Sultan Amaludin Sani Perkasa
Alamsyah, serta Sultan Osman Alsani Perkasa Alam.
Bergerak ke bagian belakang induk bangunan,
tersedia sebuah ruangan seluas 94 m2 yang digunakan untuk upacara perkawinan
keluarga Sultan dan jamuan makan. Di bagian bawah ada ruang penjara untuk para
hukuman Istana, ada juga gudang, serta dapur.
Pada bagian kiri halaman depan Istana Maimun
terdapat sebuah rumah kecil. Rumah kecil ini menyimpan meriam puntung. Jika
membicarakan benda ini yang satu ini, tidak bisa lepas dari sejarah Puteri
Hijau.
Unit VI
ASAL MULA SUKU BATAK DI SUMATERA UTARA
BANGSA Batak berasal dari Ras Proto
Malayan. Orang Batak hadir di Indonesia
dalam tiga gelombang. Yang pertama mendarat di Nias, Mentawai, Siberut hingga Pulau
Enggano.
Gelombang kedua
terdampar di muara Sungai Simpang. Kemudian memasuki pedalaman Pulau Andalas
menyusuri sungai Simpang Kiri dan mendirikan tempat di Kotacane. Komunitas ini
berkembang dan membuat identitas sendiri (Batak Gayo). Yang menyusuri Sungai Simpang Kanan
membentuk Komunitas Batak Alas dan Pakpak.
Mainstream Suku bangsa Batak di Sumatera Utara mendarat di Muara Sungai Sorkam. Kemudian
bergerak ke pedalaman, perbukitan. Melewati Pakkat, Dolok Sanggul, dan dataran
tinggi Tele mencapai Pantai Barat Danau Toba. Mendirikan perkampungan pertama
di Pusuk Buhit di Sianjur Sagala
Limbong Mulana di seberang Pangururan.
Komunitas Batak terbagi
dalam dua kubu. Pertama Tatea Bulan,
dianggap secara adat sebagai kubu tertua dan kedua; Kubu Isumbaon, di dalam adat dianggap bungsu. Penguasa pertama, Dinasti Sori
Mangaraja berkuasa dan menciptakan tatanan bangsa yang maju selama 90 generasi
di Sianjur Sagala Limbong Mulana.
Dinasti tersebut bersama
menteri-menterinya sebagian besar adalah Datu dan Magician, mengatur pemerintahan berbentuk
Teokrasi. Dinasti ini terdiri dari orang-orang bermarga Sagala cabang Tatea
Bulan.
Tahun 100 SM Kerajaan Batahan Pulo
Morsa eksis. Kerajaan
ini memakai sistem raja na opat atau
raja berempat yang terdiri; Pulo Morsa Julu, dengan Raja Suma Hang Deha, Pulo
Morsa Tonga, Raja Batahan Jonggi Nabolon, Pulo Morsa Jau dengan Raja Situan I
Rugi-rugi dan Pulo Morsa Jae dengan Raja Umung Bane. Kerajaan ini bertahan
selama 24 keturunan.
Pada tahun 450 M daerah
Toba diolah dan dikelola secara luas oleh rakyat kerajaan tersebut. Mereka yang dominan terutama
dari kubu Isumbaon, kelompok marga Si Bagot Ni Pohan. Di daerah ini bermukim
juga kaum Tatea Bulan yang membentuk kelompok minoritas terutama dari marga
Lubis.
Sebagian dari Lubis terdesak ke luar
Toba dan merantau ke Selatan. Sebagian lagi menetap di Toba dan Uluan hingga
kini. Di daerah Selatan, kelompok marga Lubis harus bertarung melawan
orang-orang Minang. Kalah. Perantauan berhenti dan mendirikan tanah Pekantan
Dolok di Mandailing yang dikelilingi benteng pertahanan.
Lalu, pada 850 M kelompok marga
Harahap dari Kubu Tatea Bulan, bekas populasi Habinsaran bermigrasi massal ke
arah Timur. Menetap di aliran sungai Kualu dan Barumun di Padang Lawas.
Kelompok ini sangat hobi berkuda sebagai kendaraan bermigrasi. Dalam waktu
singkat, menguasai hampir seluruh daerah Padang Lawas antara sungai Asahan dan
Rokan.
Pada 900 Mm marga Nasution terbentuk
di Mandailing. Perbauran penduduk dengan pendatang sudah menjadi tradisi di
beberapa tempat, khususnya di tepi pantai. Para pendatang tersebut sukarela
interaksi dan menerima adat Dalihan Natolu
agar dapat mempersunting wanita-wanita setempat. Datu Nasangti Sibagot Ni
Pohan dari Toba, seorang yang disegani saat itu, menyatukan mereka; campuran
penduduk peribumi dan pendatang tersebut, membentuk marga Nasution.
Namun, perebutan kekuasaan di Pusat
Pemerintahan Kerajaan Batak tak terelakkan. Martua Raja Doli dari Sianjur
Sagala Limbong Mulana dengan pasukannya merebut wilayah Lottung di Samosir
Timur. Percampuran keduanya membentuk kelompok Marga Lottung Si Sia Marina,
yang terdiri atas; Situmorang, Sinaga, Nainggolan, Pandiangan, Simatupang,
Aritonang dan Siregar. *
Unit VII
LAPANGAN MERDEKA WISATA SEJARAH KOTA MEDAN
KOTA Medan dengan penduduk dua juta lebih terus
berkembang. Banyak lokasi wisata yang dapat dikunjungi para wisatawan.
Terutama, wisata sejarah. Berwisata masa lalu di Medan dapat dimulai dari
Lapangan Merdeka.
Di sebelah Selatan, persis
di ujung Jalan Ahmad Yani, terdapat dua gedung tua yang masih kokoh. Yakni,
Gedung Jakarta Lloyd. Dahulunya adalah kantor perusahaan pelayaran The
Netherlands Shipping Company dan sempat menjadi Kantor Rotterdam’s Lloyd.
Di seberangnya, adalah
Gedung PT London-Sumatera Indonesia atau Gedung Juliana. Dahulunya gedung ini
milik Harrison & Crosfield, sebuah perusahaan perkebunan Inggris. Lift di
dalamnya buatan tahun 1910, dengan dekorasi dari besi yang indah bergaya Art
Deco.
Di depan Gedung PT Lonsum,
ada Gedung Bank Mandiri dan Kantor Pengelola Perparkiran Kota Medan. Kedua
gedung ini, dahulunya merupakan gedung milik The Netherlands Trading Company
atau Netherlandsche Handel Maatschappij sampai tahun 1929.
Di sebelah Barat Lapangan
Merdeka, terdapat eks gedung Balai Kota Medan (lihat gambar). Gedung ini menyimpan beberapa sejarah pembauran
kota Medan. Dibangun sejak tahun 1906 dan pada 1913 menerima sumbangan jam
untuk menaranya dari Tjong A Fie, Mayor Cina Medan yang sangat kaya dan
dermawan pada masanya.
Di sebelah kiri Gedung
Balai Kota lama, terletak Gedung Bank Indonesia yang dahulunya adalah gedung
Javasche Bank. Dibangun tahun 1910 oleh Firma Arsitek Hulswit and Fermont dari
Weltevreden dan Ed Cuypers dari Amsterdam. Gedung ini mengambil gaya klasik
dengan ornamen gaya Jawa.
Di sebelah kiri gedung
ini, terdapat pula Hotel Darma Deli. Hotel ini adalah penerus Hotel de Boer. Beberapa aksesori Hotel de Boer
dipajang pada bagian dalam Hotel Darma Deli. Pada tahun 1920, Hotel de Boer ini memiliki 120
kamar. Dalam sejarah, tercatat tamu paling penting yang pernah menginap di
hotel ini adalah spion Matahari bernama Margaretha Geertrida Zelle serta Raja
Leopold dari Belgia.
Di seberang hotel ini,
tepatnya di Utara Lapangan Merdeka, terdapat Gedung Kantor Pos Besar Medan.
Didirikan tahun 1909-1911 oleh arsitek Snuyf yang merupakan Direktur Jawatan
Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia. Gedung Kantor Pos Besar inilah sering juga disebut sebagai Nol Kilometer-nya Kota Medan.
Di sisi kiri Gedung Kantor
Pos ini, berdirilah Gedung BCA yang dahulunya merupakan Gedung Witte Societeit
pada tahun 1886. Lalu, di Timur Lapangan
Merdeka, terdapat pula Stasiun Besar Kereta Api beserta Titi Gantung-nya, yang
juga sangat bersejarah.
Apabila wisatawan ingin istirahat
sejenak setelah melihat deretan gedung tua dan bersejarah tadi, pohon-pohon
raksasa di sekeliling Lapangan Merdeka dapat dijadikan tempat berteduh. Dari diameter
batangnya, pohon-pohon ini tampak jelas berumur ratusan tahun.
Lapangan Merdeka yang
berada di jantung kota Medan ini masih
berfungsi sebagai alun-alun kota
Medan. Berwisata di sekeliling Lapangan Merdeka Medan membawa wisatawan ke masa
lalu. Wisatawan dijamin merasakan suasana Medan abad lampau. Sepotong Lapangan
Merdeka, sepotong Medan, dan sepotong sejarah Indonesia yang indah.
Unit VIII
MASAKAN KHAS KARO CIPERA
CIPERA
adalah masakan khas Karo. Makanan ini terbuat dari jagung muda yang masih
berumur sekitar dua bulan. Cipera ini biasanya adalah masakan wajib yang harus
selalu hadir dalam tiap ada perjamuan pernikahan di kalangan suku Karo.
Masakan ini biasanya dimasak bersama dengan daging ayam. Daging ayam itu
pasti akan terasa sangat lembut dan mudah sekali hancur apabila telah
digabungkan dengan cipera ini.
Cipera merupakan masakan khas yang sudah turun-temurun menjadi warisan dari
orang Karo bagi anak-anaknya hingga generasi-generasi selanjutnya. Cipera ini
melambangkan kesatuan orang-orang Karo, sebab apa saja yang dimasak bersama
cipera ini pasti akan menjadi satu dalam bubur jagung itu. Cipera yang terbuat
dari jagung muda ini juga menunjukkan betapa lembutnya jiwa orang Karo dan
betapa besar kebersamaan mereka.
Gampang sekali membuat makanan ini. Bahan-bahannya, yakni:
·
Jagung
muda yang sudah digiling halus
·
Daging
ayam, dengan perbandingan 1 bagian cipera = 4 bagian daging ayam
·
Bawang merah
·
Bawang putih
·
Bawang pre
·
Bawang batak
·
Cabai rawit
·
Merica
·
Garam
·
Kunyit
Cara memasaknya
:
·
Cuci daging hingga bersih kemudian masukkan ke
dalam wadah bersih untuk memasak.
·
Giling semua bumbu, kecuali bawang pre dan
bawang batak hingga halus kemudian
masukkan ke dalam daging yang ada dalam wadah.
·
Tambahkan air ke dalam wadah hingga seluruh daging
terbenam.
·
Masak daging bersama dengan bumbu hingga air
menjadi suam-suam kuku hingga mampu untuk melarutkan cipera agar tidak
bergumpal.
·
Setelah
air hangat, masukkan cipera ke dalam masakan dan aduk hingga cipera larut
dengan merata dalam air dan pastikan tidak ada bagian cipera yang bergumpal
dalam masakan.
·
Selama
proses pemasakan, aduk masakan sesekali agar cipera tidak gosong.
·
Cicipi
rasa cipera dan tambahkan garam sesuai selera.
·
Di
beberapa daerah di Tanah Karo, terkadang orang-orang menambahkan gula merah
pada cipera. Apabila Anda ingin menambahkannya, tambahkan sesuai selera.
·
Cipera
sudah boleh diangkat ketika sudah mengeluarkan bau sedap yang beraroma jagung
dan daging di dalam cipera sudah lunak.
·
Sebagai
bagian akhir sebelum cipera diangkat, masukkan bawang pre dan bawang batak yang
sudah dipotong kecil-kecil.
Unit IX
KANTOR POS BESAR MEDAN
GEDUNG Kantor Pos Besar Medan terletak di tengah
Kota Medan. Di tempat inilah dikenal sebagai Nol Kilometer-nya kota Medan. Lokasinya tidak jauh dari Lapangan
Merdeka, yang mempunyai kepadatan bangunan bersejarah sangat tinggi.
Ada sekitar
sebelas bangunan tua yang masih cukup utuh di dekat Lapangan Merdeka. Yaitu, Balai
Kota Lama, Hotel Darma Deli, Stasiun Kereta Api, Rumah Tjong A Fie, Gedung Bank
Indonesia, dan Kantor Pos Besar Medan.
Gedung Kantor
Pos Besar Medan terletak di Jalan Balai Kota, dibangun pada tahun 1909 dan
selesai 1911 oleh arsitek Snuyf yang merupakan
Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia. Gedung ini adalah
karya besar pertama Snuyf.
Sampai sekarang, gedung ini sangat indah dengan satu bangunan induk
berbentuk kubah. Atapnya dari genteng berbentuk limas.dalam ruangan utama. Di
bangunan induk inilah segala kegiatan
yang berhubungan dengan pos dijalankan.
Pada sisi kiri dan kanannya, terdapat ruangan berupa lorong-lorong untuk
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pos.
Walau gedung ini terlihat sangat indah, arsitek
Corpaschier, teman Snuyf, pernah mengomentari gedung ini sebagai “sedang
mencari bentuk arsitektur..” Sampai sekarang gedung ini masih berdiri kokoh,
hampir tidak mengalami perubahan bentuk dan fungsi.
Di gedung inilah semua surat yang dikirim dari
seluruh kota di dunia untuk daerah Sumatera Utara dikumpulkan. Selanjutnya,
diteruskan ke kantor-kantor cabang pembantu yang ada di ibu kota kecamatan di
Sumatera Utara. Sebaliknya, semua surat yang berasal dari seluruh kota di
Sumatera Utara dikumpulkan dan seterusnya dikirim ke kota-kota tujuan.
Unit X
LEGENDA PUTRI HIJAU
ZAMAN dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli seorang
Putri sangat cantik. Ia berasal dari kampung Deli Tua, kira-kira 10 Km dari
Kampung Medan. Karena kecantikannya, ia diberi nama Putri Hijau. Kecantikan
Putri ini tersohor ke mana-mana mulai dari Aceh sampai ke ujung Utara Pulau Jawa.
Sultan
Aceh jatuh cinta pada Putri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya.
Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau.
Sultan Aceh sangat marah. Penolakan itu dianggapnya sebagai penghinaan terhadap
dirinya. Maka, pecahlah perang antara Kesultanan Aceh dengan Kesultanan Deli.
Menurut
legenda, dengan menggunakan kekuatan gaib seorang dari saudara Putri hijau
menjelma menjadi seekor ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang
tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya.
Kesultanan
Deli mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa Putra Mahkota
yang menjelma menjadi meriam itu meledak sebagian. Bagian belakangnya terlontar
ke Labuhan Deli dan bagian depannya ke dataran tinggi Karo kira-kira 5 Km dari
Kabanjahe.
Putri
Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal
untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, Putri
Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal.
Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu
telur.
Permohonan
tuan Putri dikabulkan. Tetapi baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembuslah
angin ribut mahadahsyat disusul gelombang-gelombang yang sangat tinggi.
Dari
dalam laut, muncullah abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga itu. Dengan
menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung,
lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
Legenda
ini sampai sekarang masih terkenal di kalangan masyarakat Deli dan malah juga
dalam masyarakat Melayu di Malaysia.
Di
Deli Tua masih terdapat reruntuhan Benteng dan Puri yang berasal dari zaman
Putri Hijau, sedang sisa meriam penjelmaan abang Putri Hijau itu dapat dilihat
di halaman Istana Maimun Medan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar