Moral
Ada dua tujuan besar karya sastra ditulis orang : hiburan
dan pendidikan. Yang dimaksudkan dengan unsur moral atau pengajaran itu ialah
tujuan besar karya dihasilkan, yaitu untuk pendidikan. Sememangnyalah semua
karya ada mengandung unsur pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan di sini
ialah menyampaikan sesuatu pesan atau amanat untuk meningkatkan cara berpikir,
menambah pengetahuan, menjadikan seseorang itu lebih peka dan sensitif serta
berbudi bahasa. Karya sastra, pada umumnya, menginginkan pembacanya mengambil
hikmah atau pelajaran dari karya yang dibacanya, supaya ia dapat meningkatkan
moralnya.
Kajian dari sudut moral memang patut diajarkan dan
diperkuatkan. Ada berbagai cara pertanyaan itu dibuat, seperti apakah
nilai pengajaran yang boleh didapat dari karya tersebut, sebutkan pesan yang hendak
disampaikan, dan sebagainya.
Unsur-unsur moral dan pengajaran dalam sastra
dapat dilihat dari berbagai cara. Pertama, mengkaji cerita yang dikemukakan pengarang;
apa unsur-unsur moral yang hendak disampaikan. Ini dapat kita bicarakan setelah
selesai atau tamat membaca sebuah karya sastra, karena unsur moral biasanya
tidak dinyatakan oleh pengarang dengan
jelas. Jadi, terpaksa kita sendiri mencari di balik penceritaannya.
Kedua, unsur moral dapat dilihat dari sudut apakah
pesan yang hendak disampaikan oleh sang pengarang. Ada kalanya pesan itu adalah
moral karya, tetapi harus dipahami tidak semua pesan karya menjadi unsur moral.
Begitu juga aspek persoalan dan pemikirannya juga dapat dijadikan unsur moral,
karena apa yang hendak diutarakan pengarang ada saatnya mengandung unsur moral.
Sama seperti pesan, tidak semua persoalan dan pemikiran dalam karya sastra dapat
dikatakan membawa unsur moral.
Ketiga, unsur moral dapat juga dilihat dari
tindakan dan sikap para tokoh dan wataknya. Ini terlebih lagi dapat dikaji dari
gerakan watak-watak pemeran utamanya. Sikap watak tidak saja memperlihatkan
unsur-unsur moral, namun sekaligus juga dapat mengemukakan contoh moral yang
baik.
Unsur moral dalam karya sastra ada hubungannya
dengan aspek falsafah dan agama, dan ini merupakan suatu kajian di tingkat
selanjutnya. Termasuklah unsur-unsur premis
dan ide yang menjadi tulang punggung penciptaan karya yang sering kali
bertalian dengan unsur moral. Konsep dan nilai moral itu juga sering berubah.
Perubahan ini diakibatkan oleh perkembangan budaya dan pemikiran manusia. Dan moral suatu bangsa tidak pula sama
antara satu sama lain.
Kemanusiaan
Aspek manusia atau unsur kemanusiaan juga
merupakan suatu bidang penelitian dalam karya sastra, yang harus diteliti dan
ditelaah secara komprehensif. Unsur manusia dan kemanusiaan begitu kental dalam
sastra, karena sastra mempunyai hubungan langsung dengan manusia. Apalagi, yang menjadi karakteristik utama
dan karakter tokoh lainnya, terdiri dari manusia. Begitupun ada juga karya
sastra yang menggunakan tokoh hewan
seperti karya-karya sastra lama atau sastra lisan di Indonesia, terutama
dongeng.
Sastra dihasilkan manusia, menggambarkan manusia
dan situasi kemanusiaan. Yang menjadi pembacanya secara akrab dan langsung
adalah juga manusia. Karenanya, unsur-unsur kemanusiaan sangat kaya dalam sastra.
Seorang sastrawan dalam proses penciptaannya ingin menggambarkan kehidupan
manusia, pemikiran, perasaan, sikap, dan cita-cita manusia. Apapun yang
diceritakan oleh para sastrawan mau tidak mau tetap menyangkut soal
kemanusiaan. Bahkan, karya sastra yang baik seperti yang ditulis Shakespeare,
misalnya dalam Hamlet, menggambarkan
manusia dan kemanusiaan dengan cukup bulat dan kuat.
Membicarakan unsur kemanusiaan dan aspek manusia
dalam karya sastra, setidaknya ada tiga bagian yang dapat dilakukan. Pertama, melihat atau menganalisis
sifat-sifat kemanusiaan yang terwujud dalam karya. Di antaranya, perasaan,
kasih sayang, hormat-menghormati, sombong, pemurah, pendendam, dan sebagainya.
Yang terpenting ialah bagaimana unsur kemanusiaan itu mempunyai peranan dalam
pengembangaan cerita. Dan bagaimana pula cara sastrawan mengemukakannya.
Kedua, membahas bagian-bagian dalam karya yang
berhubungan dengan situasi untuk menonjolkan manusia. Sering juga disebut
sebagai pembahasan karya yang menyentuh masalah memanusiakan manusia. Termasuk
di dalamnya mengenai kesadaran manusia terhadap kelemahan dan kekuatannya,
perasaan gagal ataupun keyakinan diri dan tindakan-tindakan yang masuk akal atau
perasaan, dan sebagainya. Di sini tentunya melibatkan kegiatan atau aksi watak,
baik berbentuk fisik, mental maupun kejiwaan para tokoh utama.
Ketiga, melihat makna keseluruhan dalam karya
kemudian dikaitkan dengan unsur kemanusiaan. Apakah makna yang terkandung dalam
cerita memiliki unsur kemanusiaan atau tidak. Kalau ada, apakah ia halus atau
ringan. Soalnya, terkadang ada karya sastra yang mengakhiri ceritanya dengan
mengemukakan unsur kemanusiaan, seperti adanya unsur pengorbanan, perjuangan,
kerelaan, dan sebagainya.
Dalam hal meninjau unsur kemanusiaan ini,
sebenarnya ada pertalian dengan gambaran masyarakat dan aspek moral. Begitu
juga ada kaitannya dengan gambaran kejiwaan atau psikologi. Antara satu sama
lainnya mempunyai hubungan yang erat. Hanya saja, cara penekanan masing-masing
aspek itu yang dapat menentukan unsur mana yang ditegaskan pengarang dalam
karyanya.
Biasanya, seorang pengarang berbakat memiliki daya
sensitivitas yang tajam dan peka dengan alam sekitarnya, ia akan memasukkan
unsur-unsur kemanusiaan dalam karyanya. Unsur kemanusiaan inilah yang akan
menjadikan karyanya bermutu atau tidak. Pembaca tentunya juga akan terasa
terlibat jika unsur kemanusiaan ini
dijalin dengan sebaiknya.
Kemasyarakatan
Setiap karya tidak lahir dalam keadaan hampa atau
kekosongan sosial. Karya sastra adalah ekspresi masyarakat. Dan sebuah karya
itu dapat menggambarkan situasi atau pergolakan masyarakat. Pendek kata, karya sastra
dapat dijadikan bahan untuk mengetahui seluk-beluk dan gambaran masyarakat. Singkatnya,
dalam karya sastra terdapat berbagai nilai sosial; malah ada yang menyatakan sebuah
karya sastra tidak akan menjadi besar atau agung jika ia tidak berhasil
mengungkap masalah masyarakat dan hal ihwal manusia yang berhubungan dengan
masyarakat tersebut.
Pendekatan yang mengkaji hubungan masyarakat dalam
karya disebut sosiologi atau ukuran-ukuran kemasyarakatan. Dengan menggunakan
pendekatan ini, kita lebih memahami karya itu. Bahkan, ahli sosiologi dapat
mengkaji bukan saja mengenai keadaan masyarakat yang diceritakan pengarang,
tetapi juga membina berbagai teori kemasyarakatan. Karenanya, karya sastra tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.
Pendekatan kemasyarakatan mempunyai beberapa aspek
yang hendak dikaji. Pertama, mengkaji
diri pengarangnya sendiri. Dengan mengkaji latar belakang pengarang,
pendidikannya, sosialisasinya, dan sebagainya, kita dapat lebih memahami karyanya.
Ini sebenarnya ada kaitannya dengan apa yang sering disebutkan bahwa setiap yang ditulis pengarang selalu memiliki
kaitan dengan dirinya, pengalaman ataupun imajinasinya. Diri pengarang ada
hubungan dengan karyanya. Malah terkadang apa yang ditulis merupakan cerita
fakta mengenai diri sang pengarang, namun tentunya mendapat beberapa tambahan
guna mendramatisasikan keadaan.
Kedua, pendekatan ini melihat atau menguraikan
gambaran masyarakat yang ditulis di dalam karya sastra. Setiap karya sastra
apapun mau tak mau atau sedikit banyak akan menyentuh seluk-beluk masyarakat;
maka pendekatan ini menguraikan bentuk, sifat, dan ciri-ciri kemasyarakatan
yang terdapat dalam karya.
Dengan adanya uraian ini, kita dapat memahami
situasi masyarakat yang diceritakan. Para pembaca juga dapat mendapatkan
pengajaran dan teladan dari peristiwa yang diceritakan, seperti nilai-nilai
pertentangan kelas dan kedudukan sosial masyarakat tersebut. Ini tidak hanya
memahami masyarakat yang ada di dalam karya, tetapi sekaligus memahami bentuk
masyarakat si pengarang.
Ketiga, membahas fungsi dan pengaruh hasil
karya. Sebuah karya, pengarang, aliran dan kesusastraan keseluruhan, mempunyai
tugas dan pengaruh yang besar terhadap masyarakat, bangsa, dan negara. Karya
sastra dapat memberi sumbangan ke arah membukakan mata masyarakat yang buta,
memberikan bimbingan, dan sebagainya.
Pengaruh ini termasuk juga melihat kesan yang
diberikan sesuatu bentuk, aliran, atau angkatan penulis. Pengaruh institusi
juga memberikan kesan timbal-balik kepada perkembangan kesusastraan. Artinya,
di antara masyarakat dan karya tidak saja mempunyai hubungan dan pengaruh,
tetapi juga menyatu dan lekat antara satu dengan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar