TELAAH PROSA : Batasan dan Langkah-langkah
TELAAH barangkali merupakan barang baru stok lama bagi ilmu
sastra. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI, hal. 1036), telaah berarti penyelidikan atau pemeriksaan;
sedangkan menelaah memiliki berbagai pengertian, yakni mempelajari, menyelidiki, memeriksa ataupun
menilik. Istilah ini sangat langka kita temui di berbagai
referensi ilmu sastra. Yang paling dekat dengan istilah telaah ini adalah penelitian, sebagaimana kita pinjam dari
pernyataan Atmazaki (1993 : 114)
yang menyebutkan "penelitian sastra
adalah telaah sastra". Dengan demikian kita sepakati saja istilah
Telaah Prosa itu berarti juga penelitian prosa.
Penelitian
atau telaah prosa sebenarnya tidak jauh beda dengan aktivitas kritik maupun
resensi seni, hanya saja lebih bersifat akademis dan ilmiah daripada kedua
istilah yang hampir mirip itu. Sememangyalah, penelitian atau telaah identik
dengan pengkajian secara ilmiah terhadap objek penelitian itu. Sebutan akademis
atau ilmiah sesungguhnya tidaklah berarti bahwa yang dapat melakukannya hanya
kalangan akademis, dosen, misalnya. Siapa saja dapat melakukan, asal memenuhi
persyaratan keilmiahan.
Hal-hal
yang diperlukan dalam pengkajian secara ilmiah adalah mengikuti alur berpikir
ilmiah, yaitu : (a) ada yang menarik untuk diteliti (permasalahan), (b) ada
tujuan yang ingin dicapai, (c) jelas teori tempat berpijak, dan (d) jelas
metode yang diterapkan sesuai dengan jenis penelitian itu. Di samping itu, ada
dua kriteria berpikir secara nalar, yaitu logis dan analitis (Nazir, 1985 : 12).
Telaah prosa tentunya memerlukan satu syarat lagi, yakni kreatif.
Penelaahan
prosa secara kreatif maksudnya penelitian prosa yang memerlukan interpretasi
dan evaluasi dari penelitian. Penelaahan prosa sebatas analisis unsur-unsurnya
belum dapat disebut kreatif karena kerja
semacam itu tidak begitu menuntut sifat kritis, wawasan, dan intuisi yang
tajam. Kerja semacam itu dapat dilakukan oleh siapa saja yang suka sastra dan
memiliki sedikit ilmu sastra.
Keperluan
untuk menelaah karya prosa secara kreatif didasarkan atas anggapan yang
menyebutkan bahwa karya prosa adalah juga karya kreatif, sebagaimana genre sastra lainnya. Sebagai karya
kreatif, karya prosa tidak tunduk kepada istilah klasifikasi atau pengelompokan
sebagaimana biasanya terdapat dalam objek kajian di luar sastra. Hal ini karena
setiap karya sastra membawa suatu ideologi atau pemikiran. Pemikiran itu
dikembangkan sesuai dengan visi sastrawan. Tentu saja seorang sastrawan
bukanlah seorang yang bebas/bersih dari pengaruh lingkungannya. Tak ayal,
pemikiran yang terdapat di dalam karya prosa dibangun berdasarkan keadaan
sosial budaya yang ada dan yang diinginkan . Tugas penelaahlah membuka filosofi
pemikiran itu dan memberi makna serta menempatkannya dalam konteks yang tepat.
Selain itu, penelaah jugalah yang harus membantu pembaca untuk mengetahui
filosofi pemikiran atau ideologi yang tersembunyi di dalam karya prosa.
Pada
dasarnya untuk tujuan di atas maka perlu menggunakan teori-teori dalam
penelaahan prosa. Karena setiap teori sastra didasarkan atas pemikiran
tertentu, maka sebuah teori tidak dapat digunakan untuk seperangkat tujuan.
Teori tertentu digunakan untuk tujuan tertentu.
Teori
apa yang digunakan dalam telaah prosa? Jawaban sederhana untuk pertanyaan itu
tentulah : teori sastra. Juga bisa
dilandasi teori-teori lain, seperti sosiologi,
psikologi, stilistika, sejarah, antropologi, dan sebagainya. Penelaahan prosa
seringkali bercorak eksploratif seperti mencari teks di daerah pedalaman,
membongkar naskah kuno di museum, melakukan telaah teks, dan sebagainya. Di
samping itu, penelaahan prosa juga seperti melakukan kritik sastra : melakukan
interpretasi dan merumuskan tentang sifat dan ciri sastra (drama). Karena luasnya jangkauan
kerja, penelaahan prosa memerlukan
banyak tenaga, kegigihan, dan kesungguhan, yang bermula dari suatu sikap ingin
tahu serta berusaha keras menemukan sesuatu yang "tidak ada" menjadi "ada"
(meminjam istilah to be or not to be-nya Richard Borislavsky), atau dari sesuatu yang ada dilakukan
elaborasi dan kontemplasi untuk kemudian diberikan rumusan, teori, dan bahkan
diberikan makna.
Sebagai
suatu kegiatan ilmiah, penelaahan prosa harus dilakukan dengan dukungan teori
dan prinsip keilmuan secara lebih mendalam. Sebelum mengambil keputusan harus
terlebih dahulu diuji berkali-kali dengan konsep, teori, atau dengan informasi
lain. Ini perbedaan lain dengan kritik sastra bahkan dalam hal ini kritik
sastra dapat dianggap hanya bagian saja dari kegiatan penelitian. Sedangkan
penelaahan sastra tidak hanya menyangkut sejarah, verifikasi teori yang ada,
menemukan teori-teori baru, melakukan tafsiran, penilaian, penentuan
bentuk-bentuk karya sastra, tetapi juga berupaya mengemukakan pandangan,
membuat kesimpulan, dan memberikan rumusan-rumusan. Kesemua itu diarahkan
kepada pemerkayaan teori sastra.
Langkah pertama dalam telaah sastra adalah keterlibatan jiwa, yaitu suatu peristiwa
ketika pembaca menyimak pikiran dan perasaan pengarang dalam hubungannya dengan
suatu masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya. Namun di dalam kenyataannya,
penyimakan terhadap pikiran dan perasaan pengarang itu terjadi secara tidak
langsung. Pembaca terlebih dahulu memahami hubungan sebab-akibat antara
peristiwa-peristiwa di dalam alur cerita atau plot; alasan bagi setiap
tindakan, perkataan dan pikiran serta perasaan tokoh-tokoh cerita, terutama tokoh-tokoh penting, motivasi yang
menggerakkan cerita, dan suasana cerita khususnya yang ditimbulkan penggunaan
bahasa oleh pengarang.
Keterlibatan
jiwa seorang pembaca dapat diuji dengan seperangkat pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk mengajuk gerak-gerik pikiran,
perasaan, dan khayal pembaca dalam hubungannya dengan unsur-unsur sastra.
Langkah kedua dalam
telaah sastra adalah kemampuan pembaca untuk
melihat hubungan mantik (logis) antara gerak-gerik pikiran, perasaan, dan
khayalnya dengan unsur-unsur sastra yang
terdapat dalam karya sastra itu. Misalnya, dalam langkah ini harus mampu
memberi alasan mengapa sastrawan menyusun peristiwa dengan cara tertentu tidak
dalam cara yang lain; mengapa ia bersimpati dengan tokoh X dan berantipati
dengan tokoh Y, dan sebagainya. Dengan kata lain, dalam langkah ini pembaca
mampu memberi pertanggungjawaban terhadap gerak-gerik jiwanya. Ke dalam langkah
kedua telaah ini, termasuk pula kemampuan mengkaji dan menilai unsur-unsur
sastra sebagai pengungkap buah pikiran sastrawan. Misalnya, dalam langkah ini
pembaca memberikan pendapat bahwa alur cerita atau plot memiliki bagian-bagian
yang lemah atau kurang masuk akal, bahwa tokoh-tokoh tertentu wataknya tidak
tergambar dengan baik atau kurang ajeh (konsisten), dan sebagainya. Semua kemampuan itu dapat diuji melalui perangkat
pertanyaan yang lain.
Langkah ketiga dalam telaah karya sastra dicapai
ketika pembaca memasalahkan dan menemukan
atau tidak menemukan hubungan (relevansi) antara buah pikiran pengarang
dengan pengalaman pribadinya dan pengalaman kehidupan masyarakat secara umum.
Dalam tingkat ini, pembaca menetapkan apakah buah pikiran sastrawan itu ada
manfaatnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat. Mungkin saja ia
berpendapat bahwa buah pikiran sastrawan, walaupun diungkapkan dengan jelas,
dalam, dan kaya, sudah tidak penting lagi, atau terlalu sepele atau sebaliknya,
sangat penting dan mendesak. Kemampuan ini pun dapat diuji melalui seperangkat
pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dijawab sendiri atau di
dalam diskusi kelas maupun kelompok. Menjawab melalui diskusi dalam kelompok,
sesuai dengan tuntutan kurikulum pendidikan formal. Kesempatan untuk
diskusi-diskusi itu terbuka di dalam kelas atau di luar kelas dengan berbagai
strategi.
Strategi pertama tentu saja berada di sekitar sastra.
Prosa adalah bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pembaca
sehingga sangat digemari masyarakat. Bentuk ini didukung oleh tradisi sejak
zaman dahulu yang melekat erat pada budaya masyarakat setempat. Di samping
mudah disesuaikan untuk diapresiasi dan dinikmati masyarakat segala umur.
Karena sastra merupakan dramatisasi tingkah laku dan miniatur kehidupan manusia
yang mendasar, karya sastra baru dapat disusun dan diproduksi dengan berhasil
jika diikuti pengamatan atau penelaahan yang teliti baik oleh penulis maupun
para penulisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar